Untuk Ibu Pertiwi
Bukit-bukit di negeriku kini tenggelam
Oleh darah dan air mata
Apa yang dapat dilakukan oleh seorang anaknya yang merantau?
Untuk masyarakatnya yang sengsara?
Apa pula gunanya keluh-kesah
Seorang penyair yang sedang tidak di rumah?
Seandainya rakyatku mati dalam pemberontakan menuntut nasibnya,
Aku akan berkata “Mati dalam perjuangan
Lebih mulia dari hidup dalam penindasan”
Tapi rakyatku tidak mati sebagai pemberontak
Kematian adalah satu-satunya penyelamat mereka,
Dan penderitaan adalah tanah air mereka
Ingatlah saudaraku,
Bahawa syiling yang kau jatuhkan
Ke telapak tangan yang menghulur di hadapanmu,
Adalah satu-satunya jambatan yang menghubungkan
Kekayaan hatimu dengan cinta di hati Tuhan.
Ibu Pertiwi…
Jika angin tak lagi berhembus
Jika api tak lagi membara
Jika air tak lagi mengalir
Jika tanah tak lagi membongkah
Apa kita masih dapat berkata?
Tentang hasrat dan milik
Tentang jiwa dan rasa
Tentang dunia yang dipijak nestapa
Tentang duka menyelimuti langkah
Ibu Petiwi…
Masih adakah celah?
Untuk menyimpan gelisah
Untuk menyembunyikan langkah
Tidak, Bu!
Meskipun celah berongga
Dada kita tetap menganga
Meskipun jari tersembunyi
Mata dan telinga tetap terjaga
Ingatlah…
Wahai Ibu Pertiwi
Kami..,
Putra putri bangsa akan melangkah
Dalam langkah satu dan satu
Bukan melompat
Setelah itu kami terjerat!
Dada kita tetap menganga
Meskipun jari tersembunyi
Mata dan telinga tetap terjaga
Ingatlah…
Wahai Ibu Pertiwi
Kami..,
Putra putri bangsa akan melangkah
Dalam langkah satu dan satu
Bukan melompat
Setelah itu kami terjerat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar